PESANTREN TAMBAKBERAS JOMBANG
(berdiri tahun 1838)
Mbah Shihah
Tambakberas adalah salah satu pesantren tua di Jombang Tepatnya, pesan, tren ini berlokasi di Dusun Tambakberas, Desa Tambakrejo, Kecamatan Jombang, Kabupaten jombang. Pesantren ini usianya lebih tua daripada Pesantren Tebuireng, pesantren yang paling disegani di Jombang, bahkan mungkin di negeri ini. Pendiri Pesantren Tambakberas adalah Mbah Shihah, salah satu prajurit Pangeran Diponegoro. Di antara keturunan Mbah Shihah yang mengharumkan namanya adalah Hadratusy Syaikh Hasyim Asyari (w, 1947) dan KH. Wahab Hasbullah (w. 1971), keduanya termasuk pendiri Nahdlatul Ulama (NU). Jadi, Kiai Hasyim yang mendirikan Pesantren Tebuireng adalah keturunan Mbah Shihah, pendiri Pesantren Tambakberas, Latar Belakang Keluarga
Mbah Shihah bukan asli orang Jombang. Beliau berasal dari Lasem, Rembang. Ini menambah jumlah para pendiri pesantren yang tidak berasal dari daerah setempat. Jika diperhatikan para pendiri pesantren besar di Jombang, hampir seluruhnya bukan asli warga Jombang. Misalnya, KH. Alwi Dawud (pendiri Pesantren Paculgowang) berasal dari Klaten, KH. Bisri Syansuri (pendiri Pesantren Denanyar) berasal dari Pati, KH. Tamim Irsyad (pendiri Pesantren Rejoso) berasal dari Bangkalan, dan lain-lain.
Mengenai nasabnya, ada yang menyebutkan Mbah Shihah ini masih keturunan Jaka Tingkir dan Brawijaya VI, raja terakhir Kerajaan Majapahit. Satu versi menyebutkan Mbah Shihah bin Abdul Jabbar bin Abdul Halim alias Pangeran Benowo bin Abdurrahman alias Jaka Tingkir. Versi lainnya mengatakan Mbah Shihah bin Abdul Jabbar bin Ahmad bin Pangeran Sambo bin Pangeran Benowo bin Mas Karebet alias Jaka Tingkir alias Sultan Hadiwijaya bin Brawijaya VI alias Lembu Peteng.
Mbah Shihah datang ke Dusun Tambakberas sekitar tahun 1830. Tahun ini berdasarkan perkiraan beliau datang ke desa ini setelah selesai Perang Diponegoro atau Perang Jawa yang berlangsung pada 1825-1830. Ada yang berpendapat Mbah Shihah datang ke Dusun Gedang, bukan Tambakberas, pada 1825. Menurut M. Ishom Hadzik, pendiri Pesantren Tambakberas adalah cucu Mbah Shihah, Kiai Hasbullah atau ayah Kiai Wahab Hasbullah.
Pendiri Pesantren Tambakberas ini menikah dengan seorang wanita bernama Muslimah. Dari pernikahannya ini, Mbah Shihah dikaruniai 10 orang anak. Mereka adalah Layyinah, Fathimah, Marfu'ah, Jama'ah, Abu Bakar, Abdus Syakur, Ali, Mustahal, Fatawi dan Ma'un,
Mendirikan Pesantren Tambakberas
Mbah Shihah datang ke Tambakberas diikuti oleh 25 pengikutnya. Awalnya tempat ini masih berupa hutan belantara, lalu Mbah Shihah dengan dibantu para pengikutnya menebang pepohonan di sana untuk membuat suatu perkampungan. Selain rumah sederhana sebagai tempat tinggal, beliau juga membangun mushalla. Di mushalla inilah Mbah Shihah membuka pengajian,
Sedikit demi sedikit orang-orang berdatangan untuk berguru kepadanya. Karena muridnya semakin banyak dan mushalla tersebut tidak cukup menampung mereka, akhirnya Mbah Shihah mendirikan masjid. Dari situlah akhirnya tempat ini berkembang menjadi pesantren. Kemudian pesantren ini terkenal dengan sebutan Pesantren Selawe atau Pondok Selawe. Kata selawe dalam bahasa Jawa berarti “duapuluh lima”. Sebutan ini lahir karena Mbah Shihah membawa pengikut sebanyak 25 orang.
Perkembangan Pesantren Tambakberas
Ada dua murid Mbah Shihah yang lebih menonjol dari teman-temannya, Mereka adalah Kiai Utsman dan Kiai Said. Keduanya terkenal karena kepandaian dan kesopanannya. Mbah Shihah tertarik untuk menjadikan mereka sebagai menantu. Singkat cerita, Kiai Utsman dijodohkan dengan Layyinah dan Kiai Said dijodohkan dengan Fathimah.
Jika ditelusuri silsilahnya, Kiai Said ini masih keturunan Nabi Muhammad s.a.w. Silislah selengkapnya adalah Kiai Said bin Kiai Syamsuddin (menurunkan para pengasuh Pesantren Krapyak Yogyakarta) bin Kiai Nur Khalifah alias Pangeran Paku Projo Pakelan Trenggalek bin Kiai Husain Fata Shalih alias Prabu Anom Kusumo bin Sayyid Abdul Jalil bin Sayyid Zainuddin bin Sayyid Isa bin Sayyid Abdul Wahid bin Sayyid Shalih alias Pangeran Santri bin Abdurrahman Sultan Pajang alias Jaka Tingkir (menurunkan Mbah Nyai Lathifah, istri Kiai Hasbullah) bin Pangeran Pandan Arum Abdullah Fagih alias Syihabuddin bin Maulana Ishag (orangtua Sunan Giri) bin Sayyid Jamaluddin Husain (dimakamkan di Pekuburan Bagi”) bin Sayyid Abdullah Khan bin Sayyid Amir Abdul Malik bin Sayyid Ali Alwi bin Sayyid Muhammad bin Sayyid Alwi bin Sayyid Abdullah bin Sayyid Ahmad Muhajir bin Sayyid Isa al-Bashri bin Sayyid Muhammad al-Nagib bin Sayyid Ali al-Aridli bin Sayyid Ja'far al-Shadig bin Sayyid Muhammad al-Bagir bin Sayyid Zain al-Abidin bin Sayyid Husain bin Fathimah al-Zahra' (istri Ali bin Abi Thalib) binti Nabi Muhammad s.a.w.
Kiai Utsman mempunyai menantu bernama Kiai Asy'ari, lalu Kiai Asy'ari punya anak bernama Kiai Hasyim. Kiai Utsman mendirikan pesantren di selatan Dusun Gedang dengan mengutamakan pengajaran tarekat. Lalu anaknya, Kiai Asy'ari, mendirikan pesantren di Dusun Keras, 10 km arah selatan kota Jombang. Kemudian cucu Kiai Utsman, Kiai Hasyim, mendirikan pesantren di Dusun Tebuireng. Tokoh yang disebut terakhir inilah yang kelak dikenal sebagai Hadratusy Syaikh Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU).
Sedangkan Kiai Said mendirikan pesantren di utara Dusun Gedang. Pesantren yang didirikan Kiai Said ini lebih mengutamakan pengajaran fikih atau hukum Islam. Kiai Said mempunyai anak bernama Kiai Hasbullah. Setelah Kiai Utsman dan Kiai Said meninggal, Kiai Hasbullah menyatukan kedua pesantren tersebut (pesantren yang didirikan Kiai Utsman dan Kiai Said). Pesantren inilah yang dikenal sebagai Pesantren Tambakberas. Menurut M. Ishom Hadzik, sebagai pendiri Pesantren Tambakberas adalah Kiai Hasbullah.
Kiai Hasbullah adalah orang yang kaya raya. Beliau memiliki area pertanian yang luas. Sawah-sawahnya ditanami padi sehingga Kiai Hasbullah memiliki persediaan gabah atau beras yang banyak. Konon karena memiliki gudang beras yang melimpah, desa tempat tinggal Kiai Hasbullah dinamakan Tambakberas dan pesantren yang dipimpinnya disebut Pesantren Tambakberas.
Kiai Hasbullah memiliki kesadaran pendidikan yang tinggi. Ini terbukti dari anak-anaknya yang tidak hanya dimasukkan ke dalam pesantren, namun juga dikirim ke Mekkah untuk memperdalam ilmu agama. Kiai Hasbullah wafat pada 1920. Sebagai penerusnya adalah KH. Abdul Wahab Hasbullah yang dibantu kedua adiknya, KH. Abdul Hamid dan kp Abdurrahim. Kiai Wahab aktif dalam organisasi dan menjadi pelopor berdirinya Nahdlatul Ulama (NU), Kiai Abdul Hamid lebih fokus mengurus besantren, dan Kiai Abdurrahim menangani madrasah.
Kiai Wahab adalah pengasuh Pesantren Tambakberas yang paling terkenal. Masa mudanya dihabiskan dengan belajar di sejumlah pesantren di Jawa dan Madura, seperti Pesantren Mojosari Nganjuk, Pesantren Demangan Bangkalan, Pesantren Branggahan Kediri dan Pesantren Tebu, ireng Jombang. Terakhir tokoh ini belajar ke tanah suci kepada sejumlah ulama, misalnya Syaikh Mahfuzh al-Turmusi (w. 1920). Tiga tahun lamanya Kiai Wahab bermukim di tanah Hijaz ini.
Selain dikenal sebagai ulama atau kiai, Kiai Wahab juga seorang aktifis organisasi. Kiai Wahab bersama para kiai lainnya pernah membuka cabang Sarekat Islam (SI) di Mekkah, bersama KH. Mas Manshur (akhirnya menjadi tokoh Muhammadiyah) mendirikan kelompok diskusi bernama Taswirul Afkar (potret pemikiran) dan madrasah bernama Nahdlatul Wathan (kebangkitan tanah air) di Surabaya, mendirikan organisasi para pedagang bernama Nahdlatut Tujjar (kebangkitan para pedagang) di Surabaya, mendirikan organisasi para pemuda bernama Syubbanul Wathan (para pemuda tanah air), dan bersama Hadratusy Syaikh Hasyim Asy'ari serta para kiai lainnya mendirikan Nahdlatul Ulama (kebangkitan ulama) di Surabaya. Sejak 1947 (wafatnya Kiai Hasyim), Kiai Wahab dipercaya sebagai Rais Am PBNU hingga tahun 1971 (wafatnya Kiai Wahab).
Sebelum menetap di Tambakberas, Kiai Wahab juga sering ke kampung halamannya ini. Pada 1918: Kiai Wahab mendirikan madrasah di Tambakberas yang diberi nama Mubdil Fann (memperjelas disiplin ilmu). Pendirian madrasah ini merupakan terobosan baru dari seorang Kiai Wahab. Di madrasah barunya ini, Kiai Wahab memperkenalkan sistem klasikal atau berjenjang (ada kelas-kelasnya) serta menggunakan bangku sebagai sarana kegiatan belajar mengajar. Menurutnya, pendidikan tanpa ada jenjang atau kelas membuat proses belajar kurang efektif. Dan belajar dengan adanya bangku akan membuat para santri merasa lebih nyaman, Seperti diketahui, sistem belajar yang dikenal di pesantren saat itu hanya ada bandongan, sorogan, dan wetonan.
Apa yang dilakukan Kiai Wahab ini tidak langsung disetujui sang ayah. Kiai Hasbullah menolak “pembaharuan” yang dilancarkan Kiai Wahab dengan alasan itu adalah cara belajar yang dilakukan oleh kolonial Belanda. Karena tidak disetujui sang ayah, Kiai Wahab tidak membubarkan madrasahnya tetapi memindahkannya ke pesantren milik pamannya yang bernama Kiai Syafi'i, kurang lebih satu kilometer barat Pesantren Tambakberas. Seiring berjalannya waktu, banyak kemajuan dari madrasah baru ini. Maka, Kiai Hasbullah mulai menerima “pembaharuan” dari Kiai Wahab. Madrasah Mubdil Fann ini sekarang menjadi Kantor Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang.
Pada 1942, didirikan pesantren putri dengan nama Pesantren AlLathifiyyah. Berdirinya pesantren ini atas usulan Nyai Lathifah, istri Kiai Hasbullah. Pada tahun yang sama, Kiai Abdul Hamid dan Kiai Abdurrahim memanggil KH. Abdul Fattah dari Pesantren Denanyar untuk membantu mengelola madrasah. Kiai Fattah adalah menantu KH. M. Bisri Syansuri Denanyar (w. 1980), dan Kiai Bisri tidak lain adalah sahabat akrab sekaligus adik ipar Kiai Wahab. Setahun kemudian, 1943, Kiai Abdurrahim menghadap Sang Pencipta, sehingga pengelolaan madrasah diserahkan kepada Kiai Abdul Fattah. Kiai Fattah mendirikan Madrasah Ibtidaiyah Islamiyah yang kemudian menjadi Madrasah Ibtidaiyah (MI).
Pada 1944/1945, didirikan madrasah putri yang diprakarsai oleh Nyai Mas Wardiyah, istri Kiai Abdurrahim, dengan dibantu oleh Nyai Hasbiyah binti Kiai Agib Gedang dan Nyai Masyhuda binti Kiai Nur. Lalu pada 1951, Kiai Fattah mendirikan pesantren putri dengan nama Pesantren AlFathimiyyah, dan pada 1956 mendirikan Madrasah Muallimin Muallimat dengan jenjang pendidikan selama empat tahun. Pada 6 Juni 1956, Kiai Abdul Hamid dipanggil Sang Khalig. Maka, urusan pesantren selanjutnya ditangani Kiai Fattah dan urusan madrasah diserahkan kepada putra Kiai Abdurrahim yang bernama Kiai Ahmad Alfatih Abdurrahim.
1965, Kiai Wahab memberi nama Pesantren Tambakberas dengan Bahrul Ulum yang artinya "lautan ilmu”. Jadi, nama pesantren ini lengkapnya adalah Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas. Pengasuh Pesantren Tambak, beras yang juga Rais Am Syuriyah PBNU ini wafat pada 1971. Selanjutnya sebagai pengasuh pesantren ini adalah Kiai Fattah dengan dibantu keluarga besar Bani Hasbullah (keturunan Kiai Hasbullah).
Pemikiran Kiai Fattah sudah cukup modern pada saat itu. Selain sukses mendirikan beberapa lembaga pendidikan sebagaimana disebutkan di atas, pada 1974, Kiai Fattah merintis berdirinya perguruan tinggi di lingkungan pesantren yang disebut Ma'had Ali. Menantu Kiai Bisri Denanyar ini wafat pada 1977. Selanjutnya, sebagai penerus Kiai Fattah adalah KH. M. Najib Abdul Wahab, LML. Kiai Najib cukup sukses memimpin Pesantren Tambakberas.
Kiai Najib ini pernah dipercaya sebagai Rais Syuriyah PBNU dan ketua Rabithah al-Ma'ahid al-Islamiyah (RMI), asosiasi pesantren yang berafiliasi kepada NU. Pada 1985, Kiai Najib dengan dibantu para kiai lainnya mengubah Ma'had Ali yang didirikan Kiai Fattah menjadi Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT). Kiai Najib juga pernah menyelenggarakan Pekan Pesantren se-Jawa yang kemudian melahirkan Kompilasi Hukum Islam, sebuah buku yang menjadi pedoman para hakim agama di negeri ini. Kiai Najib menghembuskan nafas terakhirnya pada 20 November 1987. Setelah itu, Pesantren Tambakberas diasuh para kiai secara kolektif.
Di antara yang pernah menjadi pimpinan Majelis Pengasuh adalah KH. M. Sholeh Abdul Hamid (w. 2006), dan Drs. KH. Amanulloh Abdurrahim (W. 2008). Sementara yang pernah menjadi ketua Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum (PPBU) adalah KH. Ahmad Alfatih Abdurrahim, Drs. KH. M. Hasib Wahab, Drs. KH. Fadhlulloh Abdul Malik, dan KH. Taufigurrohman Fattah. Saat ini Pesantren Tambakberas memiliki 21 lembaga pendidikan formal dari tingkat pra sekolah sampai perguruan tinggi.
Dalam Profil Pondok Pesantren Bahrul Ulum Tambakberas Jombang disebutkan ada 33 asrama/ribath, yaitu Pondok Induk (diasuh oleh KH, Abd. Nashir Abd. Fattah), Al-Lathifiyyah I (Nyai Hj. Machfudloh Aly Ubaid), Al-Lathifiyyah II/Al-Wahhabiyyah I (Nyai Hj. Mundjidah Wahab), Al-Lathifiyyah N1/Al-Wahhabiyyah II (H. Shilahuddin Asyari, S.LP.), Al-Fathimiyyah (Nyai Hj. Salma Nashir), As-Sa'idiyyah I (Nyai Hj. Zubaidah Nasrulloh), AlSa'idiyyah II (Drs. KH. Ach. Hasan), Al-Sa'idiyyah III/Al-Wardiyyah (Drs. KH. Abd. Cholig, S.H., M.Si.), Al-Muhajirin I (Nyai Hj. Fathimah Sholeh), AlMuhajirin II (Nyai Hj. Chafshoh Yahya), Al-Muhajirin III (Nyai Hj. Churun Ain Malik), Al-Muhajirin III Putra (KH. M. Imron Rosyadi al-Hafizh), AlMuhajirin IV/Al-Hamidiyyah (KH. M. Irfan Sholeh), Al-Ghozali (Nyai Hj. Muhtaroh Al-Fatich), Al-Amanah (H. Abd. Kholig Hasan, M.H.L), AlMuhibbin (H. M. Idris Djamaluddin), Al-Hikmah (KH. M. Sulthon Abd. Hadi), An-Najiyah (Nyai Hj. Nurfiatin Amanulloh), Al-Najiyah Putra (H. Salman AlFarisi, Lc., M.H.I.), Al-Roudloh (Nyai Hj. Ummu Hanifah), Al-Mardliyyah
. (H.M. Yahya Chusnan), Maslakul Huda (KH. Abd. Nashir Fattah), Al-Hidayah (Abdul Jabbar Hubbi), Al-Maliki (KH. M. Fadlulloh Malik, M.H.I), Al-Maliki II (H. Syifa' Malik, M.Pd.I.), Al-Utsmani (Drs. M. Fathulloh Abd. Malik), AlFattah Timur (H. Hasyim Yusuf), Pondok Terpadu Chasbulloh (KH. Hasib Wahab), Al-Salma (Dr. KH. Abd. Kholid, M.Ag), Al-Asy'ari (H. Rofi'uddin Asy'ari, S.Ag.), Al-Mubtadi-ien (Dr. Asrori Alfa, M.Ag.), Darul Gur'an (KH. Wahyudin), Al-Fatih (KH. Muhyiddin Zainul A., MM), dan Al-Ghazali Putra.2
Sejak berdirinya pada 1838 hingga sekarang, Pesantren Tambakberas telah mengalami beberapa kali pergantian pengasuh, yaitu Mbah Shihah, Kiai Utsman dan Kiai Said, Kiai Hasbullah (w. 1920), Kiai Abdul Wahab Hasbullah (w. 1971) dibantu dengan Kiai Abdul Hamid (w. 1956) dan Kiai Abdurrahim (w. 1943), Kiai Abdul Fattah (w. 1977), Kiai Najib Abdul Wahab (1987), lalu diasuh secara kolektif. Saat ini sebagai ketua Majelis Pengasuh, sebagai bentuk dari kepemimpinan secara kolektif, adalah KH. M. Hasib Wahab (sejak 2009-sekarang). Lalu KH. M. Irfan Sholeh dipilih sebagai Ketua Umum Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum, dan KH. Abd. Nashir Abd. Fattah sebagai pengasuh pondok induk. Sebagai tambahan, pada 2014 dalam pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla, Kiai Wahab Hasbullah mendapat gelar penghargaan sebagai Pahlawan Nasional.
Comments