PESANTREN SIDOGIRI PASURUAN (berdiri tahun 1745) Sayyid Sulaiman (w. 1780)
Mojoagung adalah salah satu kecamatan di wilayah Kabupaten Jomitasy, Orang luar Jombang lebih mengenal Mojoagung sebagai tempat taha20 ziarah. Karena, di Mojoagung dimakamkan seorang wali yang beses Sayyid Sulaiman. Makamnya tidak pernah sepi dari peziarah, khususnya pada malam Jumat Legi. Ribuan orang dari berbagai daerah membicara tahlil di dekat pusara Sayyid Sulaiman. Jika ada rombongan ziarah Was songo biasanya tidak lupa untuk mampir ke Mojoagung untuk bertaras, in makam Sayyid Sulaiman.
Di tempat lain, tepatnya Sidogiri Kraton Pasuruan, terdapat pesantren yang dikenal sebagai Pesantren Sidogiri, salah satu pesantren besar di Jawa Timur. Barangkali tidak banyak yang tahu bahwa pesantren ini didiria oleh Sayyid Sulaiman yang makamnya berada puluhan kilometer sebeas barat dari Pesantren Sidogiri. Ya, Pesantren Sidogiri didirikan oleh Sayyad Sulaiman yang makamnya berlokasi di Mojoagung Jombang. Lalu siapazas sebenarnya Sayyid Sulaiman ini?
Latar Belakang keluarga
Gelar “sayyid" yang berada di depan nama tokoh ini menunjukkan bahwa yang bersangkutan masih keturunan Nabi Muhammad s.a.w. Gelar "sayyid" seperti "habib" yang lebih akrab di telinga kita. Sayyid Sulaiman adalah keturunan Nabi, baik silsilah dari jalur ayah maupun ibu. Dari jalur ayar silsilah lengkapnya adalah Sayyid Sulaiman bin Sayyid Abdurrahman Basyaiban bin Sayyid Umar bin Sayyid Muhammad bin Sayyid Ahmad bin Sayyid Abu Bakar Basyaiban bin Sayyid Muhammad Asadullah bin Sayyid Hasan al-Turabi bin Sayyid Ali bin Sayyid Muhammad al-Faqih alMuqaddam bin Sayyid Ali bin Sayyid Muhammad Shahibul Mirbath bin Sayyid Ali Khali' Qasam bin Sayyid Alawi bin Sayyid Muhammad bin Sayyid Alawi bin Imam Ubaidillah bin Imam Ahmad al-Muhajir llallah bin Imam Isa al-Naqib bin Imam Muhammad al-Naqib bin Imam Ali al-'Uraidli bin imam Ja'far al-Shadiq bin Imam Muhammad al-Baqir bin Imam Ali Zainal Abidin bin Imam al-Husain al-Sibth bin Sayyidah Fathimah al-Zahra' (istri Ali bin Abi Thalib) binti Nabi Muhammad s.a.w.
Adapun silsilah dari jalur ibu adalah Sayyid Sulaiman bin Syarifah Khadijah binti Ulwiyah (istri Sunan Gunung Jati) binti Raden Rahmatullah (Sunan Ampel) bin Ibrahim al-Samarqandi bin Maulana Jamaluddin Akbar al-Husain bin Sayyid Ahmad Syah Jalal bin Sayyid Abdullah Khan bin Sayyid Amir Abdul Malik bin Sayyid Alawi bin Sayyid Muhammad Shahibul Mirbath dan seterusnya seperti jalur dari ayah (Sayyid Muhammad Shahibul Mirbath bin Sayyid Ali Khali' Qasam bin Sayyid Alawi...). Jika dilihat silsilah dari jalur ibu, Sayyid Sulaiman adalah cucu dari Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah. Karena, ibu Sayyid Sulaiman, Syarifah Khadijah, adalah anak Sunan Gunung Jati.
Namun menurut versi lainnya, Sayyid Sulaiman adalah cicit (bukan cucu) Sunan Gunung Jati. Karena, ibu Sayyid Sulaiman, Syarifah Khadijah, adalah putri Sultan Hasanuddin yang tidak lain adalah anak Sunan Gunung Jati. Jadi, silsilah lengkapnya adalah Sayyid Sulaiman bin Syarifah Khadijah binti Sultan Hasanuddin bin Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).
Asal Gelar Basyaiban
Diperkirakan pada pertengahan abad ke-16 M, Sayyid Abdurrahman Basyaiban (ayah Sayyid Sulaiman) menginjakkan kakinya di Pulau Jawa, tepatnya di Cirebon. Sayyid Abdurrahman berasal dari Yaman, sebagaimana orang-orang keturunan Arab di Indonesia lainnya. Kata basyaiban yang ada di belakang nama Sayyid Sulaiman adalah nama marganya. Kata itu dapat diartikan keturunan Syaiban. Kata syaiban sendiri berarti “orang yang beruban".
Orang yang pertama kali mendapat julukan Syaiban adalah Sayyid Abu Bakar Basyaiban (nenek moyang Sayyid Abdurrahman), sehingga keturunan Sayyid Abu Bakar dijuluki Basyaiban. Sayyid Abu Bakar berasal dari Tarim, Hadlamaut, Yaman Selatan yang terkenal sebagai gudangnya para sayyid dan habib (orang-orang keturunan Nabi). Lalu mengapa Sayyid Abu Bakar mendapat julukan tersebut?
Konon suatu ketika Sayyid Abu Bakar yang masih muda melakukan uzlah atau mengasingkan diri. Uzlah dilakukan untuk menghindari keramaian sehingga lebih khusyuk dalam beribadah kepada Allah. Uzlah dilakukan Sayyid Abu Bakar selama 30 tahun. Anehnya, 30 tahun kemudian wajah Sayyid Abu Bakar masih terlihat muda. Hanya saja, rambutnya telah memutih seluruhnya. Kepalanya seperti berambut salju. Sejak saat itu, Sayyid Abu Bakar mendapat julukan syaiban yang berarti "orang yang beruban".
Kembali ke cerita Sayyid Abdurrahman (ayah Sayyid Sulaiman). Setelah merantau lama di Jawa, Sayyid Abdurrahman selanjutnya menikah dengan putri Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) yang bernama Syarifah Khadijah. Pernikahan Sayyid Abdurrahman dan Syarifah Khadijah membuahkan tiga orang anak, yaitu Sayyid Sulaiman, Sayyid Abdurrahim dan Sayyid Abdul Karim. Mereka giat berdakwah menyebarkan agama Islam sebagaimana Syarif Hidayatullah, sang kakek. Karena merasa kuatir dengan pengaruh mereka yang besar, penjajah Belanda membuang putra-putra Sayyid Abdurrahman ini. Dan Sayyid Sulaiman dibuang ke arah timur.
Sayyid Sulaiman pernah tinggal di Pekalongan, Jawa Tengah. Di tempat yang dijuluki Kota Batik ini, Sayyid Sulaiman sempat menikah dan mempunyai empat orang anak. Keempat anak Sayyid Sulaiman ini bernama Sayyid Hasan, Sayyid Abdul Wahab, Sayyid Muhammad Baqir (makamnya di Geluran Sepanjang Sidoarjo), dan Sayyid Ali Akbar. Sayyid Ali Akbar memiliki enam orang anak, yaitu Sayyid Imam Ghazali (makamnya di Tawunan Pasuruan), Sayyid Ibrahim (makamnya di Pasuruan), Sayyid Badruddin (makamnya dekat Tugu Pahlawan Surabaya), Sayyid Iskandar (makamnya di Bungkul Surabaya), dan Sayyid Ali Asghar (makamnya di Sidoresmo Surabaya).
Asal Kebun Binatang Sriwedari
Selanjutnya, dari Pekalongan, Sayyid Sulaiman pindah ke Solo. Ada cerita menarik ketika tokoh ini tinggal di Solo. Saat itu Sayyid Sulaiman selain terkenal sebagai orang alim juga sebagai orang sakti. Kesaktiannya ini membuat Sultan Mataram ingin membuktikannya. Maka Sayyid Sulaiman diundang Sultan ke Kerajaan Mataram (yang dimaksud di sini adalah Kerajaan Mataram Islam yang kemudian terpecah menjadi Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta). Sayyid Sulaiman diundang ketika dilaksanakan pernikahan putri Kerajaan Mataram. Tujuan Sultan mengundang Sayyid Sulaiman adalah agar menampilkan pertunjukan yang belum pernah ada sebelumnya. Sayyid Sulaiman menyanggupi permintaan Sultan ini.Sayyid Sulaiman meminta Sultan agar meletakkan beberapa potong bambu di atas meja, selanjutnya Sayyid Sulaiman minta izin untuk pergi sebentar. Menit demi menit, jam demi jam, Sayyid Sulaiman tidak juga menampakkan batang hidungnya. Sultan merasa kesal menunggu Sayyid Sulaiman yang katanya pergi sebentar namun ternyata lama tidak kembali. Dengan rasa kesal, Sultan mengambil bambu-bambu tersebut dan membantingnya ke lantai. Tiba-tiba bambu-bambu itu berubah menjadi berbagai macam binatang. Sultan merasa kaget melihat itu semua. Dengan peristiwa ini, Sultan mengakui kesaktian Sayyid Sulaiman, lalu memerintahkan beberapa prajurit untuk mencari Sayyid Sulaiman. Namun mereka sulit menemukannya.
Binatang-binatang jelmaan bambu-bambu ini dipelihara di sebuah kebun binatang yang bernama Sriwedari. Konon kata sriwedari berasal dari sri dan wedari. Kata sri artinya “tempat" dan wedari adalah kependekan dari wedar sabdane Sayyid Sulaiman. Kebun Binatang Sri-wedari menjadi obyek wisata peninggalan Kerajaan Mataram yang terus terpelihara hingga 1978. Sejak 1978, binatang-binatang di Kebun Binatang Sriwedari dipindahkan ke Kebun Binatang Satwataru.
Rihlah Ilmiah
Kembali ke cerita Sayyid Sulaiman. Ternyata Sayyid Sulaiman menuju Surabaya, tepatnya wilayah Ampel. Sayyid Sulaiman ingin memperdalam pengetahuan agamanya di Pesantren Ampel yang didirikan oleh Sunan Ampel ini. Menurut sebuah sumber, Sayyid Sulaiman belajar kepada Sunan Ampel, namun ini sebenarnya tidak masuk akal. Karena, Sunan Ampel hidup pada abad ke-15 M sementara Sayyid Sulaiman hidup pada abad ke17 M. Jadi mereka hidup di waktu yang berbeda. Oleh karena itu, kemungkinan besar Sayyid Sulaiman berguru kepada penerus Sunan Ampel yang menjadi pengasuh Pesantren Ampel.
Informasi keberadaan Sayyid Sulaiman di Ampel Surabaya ini juga sampai ke telinga Sultan Mataram. Maka, Sultan segera memerintahkan beberapa prajuritnya untuk pergi ke Ampel. Di antara para prajurit tersebut adalah Sayyid Abdurrahim, adik kandung Sayyid Sulaiman. Akhirnya kakak-adik ini bertemu di Ampel setelah sekian lama tidak bertemu. Keduanya memutuskan untuk tidak kembali ke Kerajaan Mataram, tetapi terus memperdalam ilmu di Pesantren Ampel.Konon pada suatu malam saat para santri sedang tidur, pengasuh pesantren ini (penerus Sunan Ampel) sedang menuju ke masjid untuk melaksanakan shalat tahajud. Langkah pengasuh pengasuh pesantren ini terhenti begitu melihat kilatan cahaya yang berasal dari dua orang santri Pengasuh pesantren ini segera mendekati kedua santri tersebut, namun tidak dapat mengenalinya karena gelapnya malam. Maka, sarung kedua santri tersebut diikat sebagai penanda. Ketika bangun, kedua santri tersebut yang tidak lain adalah Sayyid Sulaiman dan Sayyid Abdurrahim ini merasa kebingungan karena sarung mereka terikat satu sama lain.
Esok harinya setelah jamaah shalat subuh, pengasuh Pesantren Ampel berkata, “Wahai santri-santriku, siapa di antara kalian yang merasa sarungnya terikat tadi malam? Majulah ke sini!"
Lalu Sayyid Sulaiman dan Sayyid Abdurrahim segera maju mendekati kiainya. Kini sang kiai tahu bahwa kilatan cahaya pada malam sebelumnya berasal dari mereka berdua. Lalu pengasuh Pesantren Ampel ini berkata, "Wahai santri-santriku, apakah yang paling berharga menurut kalian di dunia ini?"
“Emas," begitu para santri menjawab serempak.
Setelah mendengar jawaban tersebut, pengasuh Pesantren Ampel ini menyuruh para santri memanggil "Mas" kepada Sayyid Sulaiman dan Sayyid Abdurrahim. Panggilan ini merupakan sebuah kehormatan kepada keduanya.
Setelah merasa cukup belajar di Pesantren Ampel Surabaya, Sayyid Sulaiman dan Sayyid Abdurrahim melanjutnya rihlah ilmiahnya ke Pasuruan. Mereka belajar kepada seorang ulama setempat yang bernama Mbah Sholeh Semendhi di Segoropuro. Banyak cerita tentang kesaktian Sayyid Sulaiman dan Sayyid Abdurrahim selama tinggal di Pasuruan ini. Konon suatu ketika Mbah Sholeh mengajak kedua santrinya ini mandi ke sungai. Ketika sedang mandi, tiba-tiba Mbah Sholeh menghilang. Ini dilakukan Mbah Sholeh hingga dua kali. Sayyid Sulaiman dan Sayyid Abdurrahim merasa gurunya ini sedang menguji kesaktian mereka. Maka, keduanya sepakat untuk memegang teklek (alas kaki yang terbuat dari kayu) milik Mbah Sholeh sehingga dia tidak dapat lagi menghilang. Akhirnya Mbah Sholeh mengakui kesaktian ilmu kedua muridnya ini.
Dalam kesempatan lain, Mbah Sholeh akan bepergian. Sebelumnya, Mbah Sholeh berpesan kepada santri-santrinya agar membersihkan halamannya Setelah Mbah Sholeh berangkat para santri sepera melaksanakan perintah kial Vang mereka hormati ini. Termasuk di antara mereka adalah Savvid Sulaiman Lagi lagi Sayyid Sulaiman menunjukkan kesaktiannya Savvid Sulaiman tidak hanya mencabuti rumput-rumput kecil, tapi juga pohon pohon besar sehingga, Mbah Sholeh kaget ketika pulang karena halamannya sangat bersih, termasuk dari pohon-pohon besar! Setelah mengetahui yang mencabuti pohon-pohon ini adalah Sayyid Sulaiman, Mbah Sholeh memerintahkannya untuk mengembalikan lagi ke tempat semula Dan Sayyid Sulaiman mampu memenuhi permintaan Mbah Sholeh ini. Dari beberapa peristiwa khariqul 'adah (tidak sesuai dengan kebiasaan) ini. Sayyid Sulaiman semakin terkenal sebagai orang yang sakti, selain sebagai orang yang alim.
Setelah selesai berguru kepada Mbah Sholeh, Sayyid Sulaiman tinggal di Kanigoro Pasuruan. Karena tinggal di Kanigoro, Sayyid Sulaiman sempat dijuluki warga sebagai Pangeran Kanigoro. Sayyid Sulaiman juga pernah menjadi penasehat Untung Suropati, salah satu Pahlawan Nasional yang gigih berjuang melawan penjajah Belanda. Jiwa berjuang Sayyid Sulaiman diwarisi dari para leluhurnya, terutama Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati yang juga berjuang melawan para penjajah.
Cerita mengenai kesaktian Sayyid Sulaiman juga sampai ke telinga Adipati Pasuruan. Awalnya sang adipati ini tidak begitu percaya karena belum pernah membuktikannya sendiri. Hingga suatu ketika, putri kesayangannya hilang beserta kusir dan kudanya ketika sedang berjalanjalan keliling kota. Adipati Pasuruan merasa kebingungan dan kehilangan karena sang putri belum juga ditemukan. Adipati ini akhirnya membuka sayembara bahwa siapa saja yang bisa menemukan putrinya akan mendapat hadiah yang besar, Telah banyak peserta yang mendaftar dalam sayembara ini, namun semuanya tidak berhasil. Lalu Adipati Pasuruan ingat dengan Sayyid Sulaiman yang terkenal sakti. Maka, disuruhnya bebe rapa orang untuk meminta bantuan kepada Sayyid Sulaiman.
Lalu Sayyid Sulaiman hadir memenuhi undangan Adipati Pasuruan, Sayyid Sulaiman bersedia membantu Adipati Pasuruan untuk menemukan putrinya yang hilang. Yang dilakukan Sayyid Sulaiman adalah memasukkan tangannya ke dalam saku baju, lalu mengeluarkan sesuatu yang kemudian dilemparkan keluar Mendadak muncul putri Adipati Pasuruan beserta kusir dan kudanya. Konon mereka dibawa oleh jin. Setelah melihat anaknya kembali, Adipati Pasuruan segera mengucapkan terimakasih kepada Sayyid Sulaiman dan menawarinya sebagai menantu. Adipati Pasuruan ingin mengambil Sayyid Sulaiman sebagai menantu dengan menikahkannya dengan putri yang baru ditemukannya ini. Akan tetapi, Sayyid Sulaiman menolaknya dengan halus. Sayyid Sulaiman ingin kembali ke Kanigoro,
Tidak lama kemudian Sayyid Sulaiman diambil menantu oleh Mbah Sholeh, gurunya di Segoropuro Pasuruan. Tidak hanya Sayyid Sulaiman, adiknya, Sayyid Abdurrahim juga menjadi menantu Mbah Sholeh. Mbah Sholeh memang pernah berjanji kepada diri sendiri akan menikahkan kedua putrinya dengan dua orang bersaudara yang datang kepadanya.
Hanya saja, Sayyid Abdurrahim lebih dulu menikah daripada kakaknya, Sayyid Sulaiman. Ceritanya, ketika ditawari akan diambil menantu oleh Mbah Sholeh, Sayyid Sulaiman tidak langsung menjawabnya, tapi memberitahu keluarganya terlebih dahulu di Cirebon. Ketika Sayyid Sulaiman sedang ke Cirebon ini, Sayyid Abdurrahim menikah dengan putri Mbah Sholeh lainnya. Sedangkan pernikahan Sayyid Sulaiman dilangsungkan tiga bulan berikutnya.
Pernikahan Sayyid Sulaiman dengan putri Mbah Sholeh membuahkan seorang putra yang diberi nama Ali Akbar. Mereka tinggal di Kanigoro Pasuruan. Sayyid Ali Akbar ini kemudian tinggal di wilayah Ndresmo. Selain beristri putri Mbah Sholeh, Sayyid Sulaiman juga menikah dengan seorang wanita asal Malang. Dari pernikahan kedua ini, Sayyid Sulaiman dikaruniai seorang anak yang diberi nama Hazam. Sedangkan keluarga Sayyid Abdurrahim, adik Sayyid Sulaiman, menetap di Segoropuro Pasuruan hingga wafat. Masyarakat sekitar menyebutnya dengan Mbah Arif Segoropuro. Adapun Sayyid Abdul Karim, adik Sayyid Sulaiman yang kedua, tinggal di Surabaya dan dimakamkan di komplek pemakaman Sunan Ampel.
Setelah menikah, Sayyid Sulaiman sempat pergi ke Cirebon untuk menemui sanak familinya di sana. Ketika itu sedang terjadi pergolakan politik di Banten. Sultan Ageng Tirtayasa melawan anaknya sendiri yang bernama Sultan Haji (Sultan Abdul Qohar) yang didukung oleh Belanda. Melihat situasi yang kurang aman untuk keluarganya, Sayyid Sulaiman kembali lagi ke Kanigoro Pasuruan. Kanigoro adalah nama sebuah dusun di wilayah Desa Gambiran.
Selanjutnya Sayyid Sulaiman mendirikan dua buah masjid unik yang masih ada hingga sekarang. Bahan untuk membuat masjid ini diambilkan dari sebatang kayu besar yang diambil dari hutan Kejayan. Konon, karena begitu besarnya kayu tersebut, disiapkan 40 ekor sapi untuk mengangkutnya. Sayangnya, sapi-sapi tersebut masih juga tidak kuat mengangkut kayu ini. Anehnya, keesokan harinya, kayu besar ini telah berpindah tempat ke kediaman Sayyid Sulaiman. Orang-orang menduga Sayyid Sulaiman sendiri yang memindahkan kayu ini dari hutan. Sekarang masjid ini berlokasi agak ke selatan. Orang yang memindahkan ke selatan adalah cucu Sayyid Sulaiman yang bernama Syaikh Rofi'i bin Ummi Kultsum bin Sayyid Hazam bin Sayyid Sulaiman. Hingga sekarang, bahan-bahan pembuatan masjid ini masih asli, kecuali lantai dan tiang bagian dalam
Mendirikan Pesantren Sidogiri
Sayyid Sulaiman juga membuka lahan di Sidogiri yang saat itu masih berupa hutan yang dikenal angker. Sayyid Sulaiman melakukannya selama 40 hari. Konon Sayyid Sulaiman pula yang memberi nama wilayah ini dengan Sidogiri. Sebelum dibabat Sayyid Sulaiman, hutan ini tidak pernah dijamah manusia karena terkenal keangkerannya. Sayyid Sulaiman berhasil mengusir makhluk-makhluk halus yang menjadikan wilayah itu angker. Dengan dibantu muridnya yang bernama Aminulloh, seorang santri asal Bawean, Sayyid Sulaiman berhasil mendirikan pesantren yang kemudian dikenal dengan nama Pesantren Sidogiri. Peristiwa ini terjadi pada 1158 H/1745 M. Masyarakat sekitar memanggil Sayyid Sulaiman dengan sebutan Mbah Sayyid.
Kesaktian Sayyid Sulaiman yang sangat terkenal di Pasuruan membuat Sultan Mataram ingin mengundang tokoh ini ke Kerajaan Mataram. Sultan mengutus seorang adipati untuk memanggil Sayyid Sulaiman agar bersedia ke Mataram. Adipati ini juga diperintahkan untuk menyampaikan ucapan terimakasih kepada Sayyid Sulaiman atas jasa-jasanya yang besar.
Sayyid Sulaiman bersedia datang ke Mataram dengan ditemani tiga orang, yaitu Mbah Jailani dari Tulangan Sidoarjo, Ahmad Surahim bin Untung Suropati, dan Sayyid Hazam (putra Sayyid Sulaiman). Sayyid Sulaiman dan para santrinya ini dijamu dengan hidangan yang lezat dan nikmat. Konon di atas tempat sambalnya terdapat tiga buah keris. Sayyid Sulaiman berbisik kepada ketiga orang itu untuk memakan keris ini. Maka,mereka mengunyah keris tersebut seperti mengunyah kacang panjang, Melihat hal ini, orang-orang keraton semakin takjub dengan Sayyid Sulaiman. Mereka berpikir, jika murid-muridnya saja mampu makan keris, apalagi gurunya!
Setelah acara jamuan makan, Sultan Mataram mengutarakan niatnya untuk mengangkat Sayyid Sulaiman sebagai hakim. Namun tawaran tersebut ditolak oleh pendiri Pesantren Sidogiri ini. Tawaran ini menunjukkan pengakuan masyarakat atas kealiman Sayyid Sulaiman. Tokoh ini terkenal tidak hanya karena kesaktiannya, namun juga karena kealimannya. Kemudian Sayyid Sulaiman meminta izin kembali ke Pasuruan.
Menghadap Sang Khaliq
Sayyid Sulaiman wafat pada 17 Rabiul Awal 1193 H/24 Maret 1780 M dan dimakamkan di Desa Betek, Kecamatan Mojoagung, Kabupaten Jombang. Pendapat lain mengatakan Sayyid Sulaiman meninggal pada 1766. Ada beberapa versi tentang alasan Sayyid Sulaiman dimakamkan di Desa Betek, Kecamatan Mojoagung ini. Menurut versi pertama, Sayyid Sulaiman bersembunyi di Mojoagung karena menolak untuk dijadikan hakim oleh Sultan Mataram. Tempat persembunyian ini telah diketahui oleh pihak Mataram. Sayyid Sulaiman mengetahui dirinya akan dijadikan hakim dari adipati yang dikirim Sultan. Adipati ini akhirnya juga tidak kembali ke Kerajaan Mataram, bahkan menemani Sayyid Sulaiman hingga wafat. Makam adipati ini juga terdapat di Mojoagung. Konon Sayyid Sulaiman pernah berdoa, bahwa jika pertemuannya dengan Sultan membawa manfaat, semoga Allah mempertemukannya; sebaliknya, jika pertemuannya dengan Sultan tidak membawa manfaat, semoga Allah segera mengambil nyawanya. Dan ternyata Sayyid Sulaiman meninggal dalam persembunyiannya di Mojoagung.
Versi kedua menyebutkan bahwa dalam perjalanan menuju Keraton Mataram, Sayyid Sulaiman jatuh sakit di wilayah Mojoagung. Kemudian Sayyid Sulaiman dirawat oleh seorang kiai yang bernama Mbah Alif. Namun Sayyid Sulaiman wafat sebelum sampai ke Keraton Mataram, sehingga tokoh ini dimakamkan di Mojoagung. Makam Mbah Alif juga dapat ditemukan di Mojoagung.
Sedangkan menurut versi ketiga, setelah kembali dari Keraton Mataram, Sayyid Sulaiman meminta izin kepada istrinya yang sedang hamil untuk pergi ke Ampel Surabaya, lalu ke Jombang. Nah, dalam perjalanan keJombang ini, Sayyid Sulaiman mengalami sakit dan wafat di wilayah Mojoagung, sehingga dimakamkan di daerah tersebut. Konon, sang istri yang sedang hamil mencari keberadaan Sayyid Sulaiman. Istri Sayyid Sulaiman ini tidak tahu kalau suaminya sudah meninggal. Dia melakukan perjalanan ke Surabaya, lalu ke Malang. Istri Sayyid Sulaiman ini melahirkan bayinya di sebuah desa yang bernama Mendit. Sayangnya, bayi tersebut meninggal dunia lalu dimakamkan di Dusun Woksuru. Kemudian, istri Sayyid Sulaiman ini terus berjalan menuju Malang bagian timur. Akhirnya dia wafat di desa yang bernama Grebek. 1
Perkembangan Pesantren Sidogiri
Pesantren Sidogiri didirikan oleh Sayyid Sulaiman pada 1745 atau 1718 menurut versi lain. Menurut catatan yang ditulis Panca Warga (organisasi para pengasuh Pesantren Sidogiri) pada 1963, sebagaimana disebutkan dalam salah satu website, disebutkan bahwa pesantren ini berdiri pada 1718. Tulisan ini ditandatangai oleh KH. Noerhasan Nawawie, KH. Cholil Nawawie dan Kiai A. Sa'doellah Nawawi. Namun dalam tulisan lain yang ditandatangai Kiai Sa’doellah Nawawi pada 1971, disebutkan bahwa Pesantren Sidogiri berdiri pada 1745. Versi terakhir inilah yang dijadikan pedoman kegiatan ulang tahun Pesantren Sidogiri.
Tidak banyak informasi tentang Pesantren Sidogiri ketika masih diasuh oleh Sayyid Sulaiman. Seperti disebutkan sebelumnya, dalam proses mendirikan Pesantren Sidogiri, Sayyid Sulaiman dibantu oleh salah seorang muridnya yang bernama Kiai Aminullah dari Bawean. Selanjutnya, Kiai Aminullah ini diambil menantu oleh Sayyid Sulaiman. Maka, setelah Sayyid Sulaiman meninggal pada 1780 atau 1766, Pesantren Sidogiri diasuh oleh menantunya, Kiai Aminullah,
Lalu Kiai Aminullah wafat pada akhir 1700-an atau awal 1800-an. Selanjutnya Pesantren Sidogiri diasuh oleh KH. Abu Dzarrin, lalu KH. Mahalli. Keduanya diperkirakan wafat pada 1800-an. Kemudian KH. Noerhasan bin Noerkhotim yang meninggal pada pertengahan 1800-an. Lalu dilanjutkan oleh KH. Bahar bin KH. Noerhasan yang wafat pada 1920an. Berikutya KH. Nawawie bin KH. Noerhasan yang wafat pada 1929. Lalu KH. Abdul Djalil bin Fadlil yang wafat pada 1947. Selanjutnya KH. Abdul Azhim bin Oerip yang meninggal pada 1959. Berikutnya KH. Cholil Nawawie yang wafat pada 1978. Kemudian KH. Abdul Alim Abdul Jalil yang meninggal pada 2005. Dan sejak tahun 2005, Pesantren Sidogiri diasuh oleh KH. A Nawawi Abdul Djalil.
Pada 14 Shafar 1357 H/15 April 1938, Kiai Abdul Jalil (w. 1947) mendirikan madrasah yang diberi nama Madrasah Miftahul Ulum. Lalu pada saat pesantren ini diasuh oleh KH. Cholil Nawawie (w. 1978), atas usulan KH. Hasani Nawawie, didirikan organisasi para kiai Pesantren Sidogiri yang diberi nama Panca Warga. Anggotanya adalah lima putra KH. Nawawie bin KH. Noerhasan. Kelima orang tersebut adalah KH. Noer Hasan Nawawie (w. 1967), Kiai A. Sa'doellah Nawawi (w. 1972), KH. Cholil Nawawie (w. 1978), KH. Siradjul Millah Waddin/KH Siradj Nawawie (w. 1988), dan KH. Hasani Nawawie (w. 2001 M). Tugas Panca Warga adalah membantu pengasuh utama untuk mengelola Pesantren Sidogiri.
Ketika anggota Panca Warga tinggal dua orang karena banyak yang meninggal, Kiai Siradjul Millah mengusulkan untuk dibentuk organisasi baru yang diberi nama Majelis Keluarga. Anggota-anggotanya adalah cucucucu laki-laki KH. Nawawie bin KH. Noerhasan. Dipercaya sebagai pimpinan (rais) Majelis Keluarga adalah Kiai Abdul Alim Abdul Jalil. Sementara Kiai Siradjul Millah dan Kiai Hasani dipercaya sebagai penasehat.
Dan saat ini para anggota Majelis Keluarga adalah KH. A. Nawawi Abdul Djalil (rais atau ketua), Nawawi Sa'doellah (katib atau sekretaris), KH. Fuad Noerhasan anggota), KH. Abdullah Syaukat Siradj (anggota), KH. Abdul Karim Thoyib (anggota), dan H. Bahruddin Thoyyib (anggota).
Kegiatan di Pesantren Sidogiri dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu kegiatan ma'hadiyah dan kegiatan madrasiyah. Kegiatan ma'hadiyah adalah kegiatan yang harus diikuti oleh seluruh santri yang tinggal di Pesantren Sidogiri, yaitu shalat tahajud dan witir bersama, shalat subuh berjamaah, takrar nazham (membaca nazham berulang kali), belajar pada jam belajar (setelah subuh hingga jam 6.00 dan jam 21.00 hingga jam 22.00), shalat dhuha berjamaah, pengajian kitab kuning, musyawarah (diskusi materi pelajaran), shalat zhuhur berjamaah, shalat ashar berjamaah, shalat maghrib berjamaah, mengaji al-Qur'an, membaca shalawat, kursus Ahlus Sunnah wal Jamaah, membaca Burdah, membaca Diba', gerak batin (diisidengan membaca Shalawat Munjiyat dan diakhiri dengan membaca Hizbul Futuh), ronda malam, membaca Ratibul Haddud, membaca Surah Kahfi, olahraga, dan tahfizh al-Qura'n (bagi santri yang berminat menghafal alQur'an)
Adapun kegiatan madrasiyah adalah kegiatan yang diikuti oleh santri baik yang tinggal di pesantren maupun di rumahnya masing-masing (santri kalong). Yang termasuk kegiatan madrasiyah adalah masuk sekolah sesuai tingkatannya, musyawarah kelas, mengaji al-Qur'an (bagi santri luar Pesantren Sidogiri), belajar membaca kitab kuning, kursus ilmu jiwa dan pendidikan, dan olahraga.
Comments